Sunday, September 9, 2018

Sinopsis Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk



Nama : -Krisdiyanto
 -Yoyon fauzi
Kelas : XII IPA 3



SINOPSIS
RONGGENG DUKUH PARUK
Rasus bersama temannya bermain dengan Srintil. Srintil menari tayub saat Rasus dengan teman-temannya mengiringi tariannya dengan tembang dan musik. Meskipun suara calung dan gendang tersebut dibuat dari mulut mereka. Srintil menari serupa tarian ronggeng. Diam-diam Sakarya, kakek Srintil bersama Kartaredja melihat hal tersebut. Sakarya meminta bantuan terhadap Kartaredja yang juga sebagai dukun ronggeng di dukuh paruk untuk membimbing dan menjadikan Srintil menjadi Ronggeng. Mereka juga mengetahui bahwa Ruh Indang telah merasuk ke dalam
jiwa Srintil. Srintil dinobatkan menjadi seorang ronggeng setelah melalui beberapa ritual. Mulai dari mandi di pusara kuburan Ki Secamenggala sampai dengan ritual buka klambu.
Ritual terakhir yang harus dilalui seorang calon ronggeng adalah buka klambu. Ia akan menyelenggarakan sayembara terhadap para lelaki yang berani menawarnya paling mahal untuk mendapatkan keperawanannya. Setelah ada seorang lelaki yang mampu memenuhi persyaratannya, maka ia akan memberikan keperawanannya pada lelaki tersebut. Rasus tidak rela melihat itu. Ia tak rela melihat Srintil melepas kesuciannya begitu saja demi ritual buka klambu untuk menjadi ronggeng yang sesungguhnya. Srintil juga berada di dalam kebimbangan antara ingin menjadi ronggeng yang sesungguhnya dan merasa takut melakukan ritual tersebut. Ritual itu sebenarnya juga amat berat baginya. Akan tetapi akhirnya Srintil memberikan kesuciannya kepada Rasus secara diam-diam tanpa imbalan apapun. Meskipun setelah itu juga ada lelaki yang memenangkan sayembara buka klambu itu.
Srintil akhirnya menjadi ronggeng yang terkenal setelah ritual buka klambu dilaksanakan. Ia menjadi ronggeng yang laris dan menjadi pembicaraan semua orang. Setiap orang memujinya. Ia juga semakin kaya setelah menjadi ronggeng.
Tak kuasa melihat Srintil yang telah menjadi ronggeng, Rasus pindah dari Dukuh Paruk ke Dawuhan. Awalnya ia bekerja menjadi pesuruh di pasar. Tetapi akhirnya ia bekerja bersama para tentara yang bertugas di sana. Rasuspun akhirnya juga diangkat menjadi seorang tentara berkat kejujuran dan kegigihannya. Setelah menjadi ronggeng, justru Srintil menyadari bahwa ia mencintai Rasus. Ia ingin merasakan kelembutan sentuhan lelaki dan merasa jenuh menjadi ronggeng. Ia mengajak Rasus menikah, tetapi Rasus menolak karena lebih memilih menjadi tentara. Srintil sangat bersedih karena hal tersebut. Srintil yang sudah mulai merasa jenuh menjadi seorang ronggeng dukuh paruk, sering menolak untuk melayani para lelaki. Bahkan beberapa kali menolak untuk meronggeng. Sebenarnya ia ingin memiliki hidup yang lebih tenang, yaitu memiliki suami dan anak.Memiliki keluarga yang bisa menenteramkan
hatinya. Ia juga masih mengharapkan Rasus, seorang lelaki Dukuh Paruk yang kini telah menjadi tentara. Banyak sekali permasalahan yang mulai membuat Srintil untuk enggan meronggeng. Apalagi ia mulai menemukan Goder yang diangkat menjadi anaknya. Ia sangat memanjakan Goder laiknya anaknya sendiri. Ia semakin teguh untuk berhenti meronggeng dan menciptakan hidup baru.
Namun tiba-tiba petaka muncul menghantam dukuh paruk.Dukuh paruk diguncang oleh panas dan liciknya dunia politik. Dukuh paruk dituduh menjadi anggota partai komunis setelah terlibat dengan oknum partai tersebut. Dengan segala kebodohan yang dimiliki dukuh paruk, Srintil bersama beberapa masyarakat dukuh paruk lainnya ditahan. Srintil menjadi orang dukuh paruk yang paling lama ditahan. Setelah ia dibebaskan, kehidupannya sudah mulai berubah. Ia mulai tertutup dengan orang lain.
 Pandangan orang lain terhadapnya juga mulai berubah karena identik dengan partai komunis tersebut serta menjadi bekas tahanan. Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki yang muali dekat dengannya. Dengan ketulusan dan kebaikan bajus Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus. Semakin hari Srintil semakin dekat dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai membaik. Rasus yang telah lama tidak pulang, akhirnya ia kembali ke dukuh paruk untuk berlibur. Mengetahui hal itu hati Srintil sempat goyah. Ia sebenarnya masih menyimpan rasa terhadap Rasus. Tetapi ia tak bisa berbuat apa- apa. Ia juga menyadari bahwa ia sedang dekat dengan Bajus. Suatu hari Srintil diajak Bajus untuk mengikuti acara tertentu. Ternyata selama ini Bajus telah memiliki rencana jahat terhadap Srintil. Bajus ingin menyerahkan Srintil kepada bosnya sebagai hadiah agar bisnisnya lancar. Srintil sangat terpukul karena ia telah begitu percaya pada Bajus. Namun Bajus justru merupakan lelaki yang jahat. Karena itu, Srintil mengalami gangguan jiwa dan menjadi gila. Melihat kondisi Srintil yang memrihartinkan, Rasus merasa iba. Ia akhirnya membawa Srintil ke rumah sakit jiwa. Ia juga menyadari bahwa sesungguhnya ia masih mencintai Srintil.

1.      Unsur intrinsik
a.       Tema : tentang nasib manusia (rakyat) yang menderita, terpinggiran atau kenelangsaan masyarakat bawah.
b.      Tokoh dan penokohan
b.a. Srintil :
·         Bersifat Kekanak-kanakan . “tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang lucu dimata orang-
·orang Dukh Paruk. Bercengkrama dengan anak-anak gembala….”
·         Perindu “sementara Srintil yang tidak tahu menahu soal malapetaka tempe bongkrek itu hanya teringat akan Rasus….”
·         ceria “lihatlah Srintil yang mulai tertawa melihat Goder gagal menangkap capung, dan wajah Sritil berseri-seri…..”
·         Menjadi Gila “…..sementara itu Srintil terus berlagu….lalu terdengar Srintil terbahak-bahak…”
b.Rasus :
·         Berani “….ketika perampok itu membelakangiku, aku maju dengan hati-hati. Pembunuhan kulakukan untuk pertama kali….”
·          Tabah/ tenang “ aneh, Rasus justru berada dalam ketenangan sempurna. Takzim dan khidmat ketika dia mengisap wajah nenek agar matanya tertutup….”
·         Berserah diri “Aku bersembahyang, aku berdoa untuk Dukuh Paruk agar dia sadar…”
c.Sakarya :
·         pemarah dan penuduh “ apa sampean tidak mengerti semua ini terjadi karena ada sesuatu antara cucuku dan Rasus? kata Sakarya, nadanya menuduh….”
·          Risau “ perasaan kakek Srintil itu lebih dirisaukan oleh peristiwa-peristiwa kecil namun baginya penuh makna…..”
·         Terkejut/ kaget “Sakarya terperanjat.  Kata-kata bakar tak diduganya sam sekali. Kata-kata itu mengandung penghinaan….”

d.Kartareja :
·         Bingung “kesulitan pertama yang dihadapi Kartareja bukan masalah bagaimana memperbaiki alat musiknya, melainkan bagaimana dia mendapat para penabuh…”
·          Senang “siapa yang akan menyalahkan Kartareja bila dukun ronggeng itu merasa telah menang secara gemilang….”
·          Licik “jangan keliru yang asli buat Sulam. Lainya buat Dower, kata Kartareja….”
 e.Nyai Kartareja :
·         Resah “di rumahnya Nyai Kartareja mulai merasa was-was karena ternyata Srintil tidak segera mengikutinya pulang…..”
·         Berusaha Menjauhkan “ maka Ntyai Kartareja harus berbuat sesuatu. Tali asmara yang mengikat Srintil dan Rasus harus diputuskan…..”
·         Kecewa ”namun Nyai Kartareja memendam kekecawaan, mengapa yang memberikan motivasi kegairahan Srintil adalah Bajus….”
·
c.       SUDUT PANDANG
c.Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang orang ketiga serba tahu.  Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.
d.      LATAR
d. a. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan…”.
d.b. Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
d.c. Dibawah pohon nangka.
d.“dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka,...Srintil menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.
d.d. Rumah Nyai Kartareja . “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.
d.e. Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk.
d.Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
d.f. Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar memungkinkan aku mendapat
d.upah…”.
d.g. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam
d.hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.
d.h. Rumah Sakarya .” kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut
d.langsung mengerti…”.


e.       ALUR
e.Alur atau jalanya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” menggunakan alur campuran.
f.        Amanat : Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu.
2.      Unsur ekstrinsik
a. Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b. Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsure kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
c. Sosial
Dalam novel ini, unsur social kemasyarakatan lebih cenderung ke arah
ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar
manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk

Contoh Cerpen Bahasa Indonesia


Karti Menangis

Malam telah tiba, hujan deras yang turun sejak siang hari belum juga kunjung reda,  malam yang sepi terasa begitu rame dengan gemercik air yang jatuh di atap seng rumahku. Kaleng bekas cat yang berada di samping tempat tidurku terus saja berbunyi berbarengan dengan mendaratnya air hujan yang berhasil lolos melewati atap yang bolong. Belum lagi ditambah suara batuk Ibuku, paduan suara tersebut terdengar seperti pertunjukan band yang pemainnya tuna netra dan tuna rungu, sehingga hanya memainkan sesuka hati, tanpa ada kekompakan dan irama yang terlihat di dinding anyaman bambu rumahku, seekor cicak pemburu yang ganas sedang mengejar nyamuk yang tak henti-henti berdoa, berharap keberuntungan masih berada pada pihaknya sehingga ia bisa lolos dari kejaran cicak yang nampak begitu kejam.
Hidup terasa indah sekali, tiap hari bisa berkumpul dengan Bapak dan Ibu, tiap hari selalu makan enak, tinggal di rumah yang permanen, tidak harus memakai sandal saat berada di dalam rumah. berangkat sekolah membawa motor sendiri, memiliki smartphone keluaran terbaru, dan tiap hari. .
"Karti, tolong ambilkan minum!" terdengar suara ibu yang menyadarkanku dari lamunan yang belum berakhir
"Iya Bu." jawabku sembari berdiri dan mengambil segelas air
Sudah seminggu ini ibuku sakit, ia hanya bisa terbaring di kasur. Ibuku adalah seorang penjual gorengan, tiap hari keliling kampung untuk menjual gorengannya, hasil penjualan tersebut hanya cukup untuk makan kami berdua, bahkan terkadang kurang apabila ada kebutuhan lain. Aku seorang remaja yang baru duduk di kelas sebelas SMA, keseharianku hanya sekolah dan menjadi penjaga warnet yang berada di Kecamatan, Aku hanya bekerja dari jam 2 siang sampai jam 6 sore. uang bayarannya kugunakan untuk uang saku tiap hari. Sedangkan ayahku entah berada dimana sekarang, ibuku bilang bapak pergi saat aku masih berada di kandungan, kondisi ekonomi keluarga pada saat itu memaksa bapakku pergi merantau ke Sumatra. Pada saat itu katanya belum ada telepon, sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi. Sejak kepergiannya hingga sekarang belum pernah ada kabar tentangnya. Aku ingin menangis jika membayangkan kejadian itu, namun dalam benakku menangis tak ada gunanya, meskipun menangis pula bapakku tak akan datang. Aku hanya bisa berdoa semoga bapakku dalam keadaan sehat dan bisa bertemu suatu saat nanti.
"Ini Bu minumnya." ujarku sambil memberi segelas air putih.
"Iya nak, terima kasih."
"Sama-sama bu,, oo iya Bu, wajah bapak seperti apa?."
"Wajah bapakmu manis kaya wajahmu, rambutnya lurus, matanya sipit,
hidungnya mancung, badannya tinggi dan kekar, tapi sayang, matanya cacat satu karena terkena pisau oleh perampok saat ia menjadi satpam."
"Kalau saja bapak ada disini, pasti semua nggak jadi begini."
"Allah telah mengatur semuanya nak, kita tinggal menjalankan, dan kamu
jangan lupa berdoa agar kita dikumpulkan kembali dengan bapakmu."

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh, mataku sudah terasa berat, aku segera pergi sikat gigi dan tidur.
"Tii,,Tii, Karti, bangun, waktunya salat subuh." panggil ibuku membangunkanku
"Iya bu, ibu sudah sembuh?" tanyaku
"Ini sudah enakan, mungkin nanti siang sudah bisa jualan gorengan."
"Alhamdulillah kalau begitu bu, tapi jangan jualan dulu aja bu, tunggu bener-bener sembuh saja."
"Ngga papa ko nak, kalo ngga kerja kita mau makan apa, sekarang aja juga sudah ngga ada makanan, sudah sana salat."
"Iya bu."  segera ku menuju ke sumur,dan mengambil air wudhu.

Dinginnya embun pagi menusuk ke  tulang. Terlihat banyak genangan air bekas hujan semalam. Jago-jago terus bersuara membangunkan orang, membantu umat muslim untuk melawan setan yang terus menggoda untuk menarik selimut dan lekas tidur kembali.
Selesai salat subuh, aku segera mandi, karena hari ini aku harus berangkat sekolah dengan jalan kaki. Aku merasa semangat sekali hari ini, karena hari ini ada pelajaran favoritku yaitu seni budaya.
"Aku berangkat sekolah dulu ya bu." aku berpamitan sambil mencium tangan.
"Hati-hati di jalan nak."
"Siap bu,hehe." jawabku sambil tersenyum.

Sesampainya di sekolah, aku berkumpul dengan teman-temanku diantarannya Tina, Rini dan Leni, ngobrol ke sana-sini baik yang penting maupun tidak penting.
"Teet..teet...teeeeet" bel tanda masuk berbunyi.
"Ahh, lagi asik ngobrolnya malah masuk." ujar Rini.
"Ngga papa, kan jam satu dua seni budaya, pelajaran kesukaanku, hehe ." jawabku.
"Kamu yang seneng gue mah apa atuh, kaga bisa ngapa-ngapain." sambung Tina.
"Eh gurunya dateng tuh."
Dari arah pintu, datang seorang pria gagah yang tampak berwibawa, memiliki kumis yang tebal mirip dengan kumisnya almarhum Pak Raden, tubuhnya pendek dan berkulit hitam.
"Selamat pagi anak-anak."
"Pagi Pak Guru." jawab semua siswa dengan kompak.
"Oke anak-anak, materi kita saat ini adalah melukis, tentu sudah pernah ya dulu di SMP, sehingga sekarang tinggal memperbaiki lagi teknik melukisnya, tambahan juga tiga minggu lagi ada pameran lukisan di kabupaten, sehingga saya berharap lukisan kalian dapat diikutkan pada pameran tersebut, dan hadiah bagi karya terbaik cukup besar yaitu 5 juta rupiah."
mendengar hal tersebut suasana kelas menjadi ramai, terkagum-kagum akan hadiah tersebut. Begitu pula denganku, sekilas langsung terbayang dalam benakku, seandainya karyaku menjadi yang terbaik, aku mendapat uang tersebut, tentu dapat memperbaiki rumah dan bisa membuat berita di televisi dengan harapan bapakku bisa kembali.
"Ahh,mungkin hanya dalam mimpi, tapi aku akan tetap berusaha" gumamku dalam hati.
"Untuk kanvas, cat minyak, dan kuas sudah disediakan sekolah, kalian bisa langsung mengambil di gudang belakang" sambung Pak guru.
"Bayar apa ngga pak?" tanya seorang siswa.
"Berhubung uang sekolah banyak, jadi gratis, sudah sana ambil saja!."
Rangkaian pembelajaran sudah selesai jam sudah meunjukkan pukul 14.00, saatnya semua siswa untuk pulang. Aku segera keluar menuju ke bus yang sudah menunggu, tampak begitu ramai, siswa-siswa keluar secara bersamaan.
"Assalamu'alaikum bu." ucapku sesampainya di rumah
"Waalaikumsalam."
"Bu, tiga minggu lagi ada pameran lukisan, dan aku akan ikut bu, hadiahnya banyak."
"Pameran dimana? emang kamu bisa melukis?"
"Di kabupaten bu, bisa dong, anak ibu,he"
"Bisa aja kamu, ibu doakan semoga kamu bisa menang"
"Amin bu, aku makan dulu ya bu."
"Iya nak,
Selesai makan, aku langsung mengambil kanvas untuk melukis, karena hari ini aku tidak berjaga di warnet. Aku akan melukis seorang bapak yang sedang memangku anak perempuannya.
Setiap hari setiap ada waktu kosong aku luangkan untuk melukis, karena ambisiku cukup besar agar lukisanku bisa menjadi karya terbaik dalam pameran.
Kini tiba saat yang aku tunggu-tunggu, semua siswa menuju kabupaten untuk mengikuti pameran, aku berangkat dengan Rini dengan menggunakan sepeda motornya.
Karyaku kebagian di tempat  yang paling depan, tak lama dari itu datang seorang pria menggunakan jas hitam, berpakaian rapi, menggunakan kacamata hitam mendekat ke arahku.
"Lukisanmu bagus, bisa kamu lukiskan foto ini" ujar lelaki itu sambil memberikan sebuah foto
"Terima kasih pak, Insya Allah bisa pak."
"Oke, seminggu bisa jadi?"
"Kalo seminggu terlalu cepat pak, dua minggu gimana pak?"
"Ya ngga papa, tanggal 28 aku ke rumahku, bisa minta alamatnya?"
"Iya pak, sebentar saya tulis"
Aku mengambil sepotong kertas dan bolpoin untuk menulis alamatku
"Ini pak, rumahku di desa." sambil memberikan kertas bertulis alamat rumahku
"Terima kasih, ini uang untuk membeli peralatannya" ujarnya lagi sambil mengeluarkan dua lembar bergambar Soekarno-Hatt.a
Tiba saatnya pengumuman karya terbaik, dag dig dug terasa jantungku. Namun, ternyata bukan karyaku yang terbaik, tapi setidaknya aku masih mendapat pesanan lukisan. Dan aku berusaha untuk memberi yang terbaik.
Tanggal 28 telah tiba, aku menunggu seorang lelaki yang akan mengambil lukisanku. Setelah berjam-jam aku menunggu tanpak mobil kijang inova mendekat ke rumahku, tanpak orang berkacamata hitam, memakai kaos hitam bercelana jeans pendek, dan itulah orang yang aku tunggu-tunggu
"Selamat pagi dek."
"Pagi pak, mari masuk." aku dan pria itu masuk ke rumah
"Buu.. ini orang yang menyuruhku melukis sudah datang." seruku memanggil ibuku
"Oo, iya nak." jawab ibuku keluar
Sekejap ibuku dan pria itu berpandangan
"Turni?" tanya pria itu
"Iya, Tarman?"
Tiba-tiba lelaki itu membuka kacamatanya, dan tampak matanya cacat satu, ibuku dan lelaki itu berpelukan, keduanya pun meneteskan air mata
"Dan ini anakku?"
"Iya"
Lelaki itupun memelukku erat, sebuah pelukan yang selama ini belum pernah aku rasakan, pelukan seorang ayah, aku tak bisa menahan air mataku, sebuah tangis kebahagiaan pun tak terbendung.

kini aku tinggal dikota bersama bapak, dan sebuah kehidupan di dalam mimpi kini telah menjadi kenyataan.